MTC MEDIA – Malang. Musik dan tari adalah dua kategori yang berbeda. Yang pertama lebih menekankan kepada aspek harmoni bunyi, dan yang kedua kepada stilasi gerak. Kendati keduanya merupakan kategori seni yang berlainan, namun tak harus disajikan dalam sajian seni yang berbeda tempat dan waktunya. Sebaliknya, terbukalah kemungkinan untuk memadukan keduanya menjadi apa yang dalam bahasa Inggris diistilahi dengan “Musical-dance”. Pada konteks ini, penari sekaligus adalah musisi. Ia bermusik sembari menari. Musik yang dimainkannya sendiri atau bersama dengan musisi lanyasya (di dalam suatu ansambel musik) menjadi musik pengiring bagi tariannya.
Di berbagai negeri pada antero dunia, musical-dance dapat dijumpai. India terbilang subur akan musical- dance, bahkan sejak ribuan tahun lalu. Sebagai kawasan yang banyak mendapat pengaruh budaya India, bisa difahami bila jejak purba dari musical-dance juga kedapatan di Nusantara lama. Salah satu diantaranya tergambar sebagai relief candi, baik di candi Hindu ataupun candi Buddhis. Relief yang demikian kedapatan pada sejumlah panil relief di Candi Borobudur, dan pada waktu yang relatif bersamaan, jejak serupa cukup banyak ditampilkan di pagar langkan sisi luar candi Prambanan, terkait dengan tarian Tandava. Pada masa yang lebih kemudian, relief demikian itu kedapatan pada Candi Tegowangi di Pere Kab. Kediri. yang uniknya dimainkan oleh para wanita.
Pada relief tertayangkan, tergambar seorang pria (baca “musisi”) yang memainkan instumen musik (waditra) jenis membrapon berupa kendang (mredamga, padahi) horisontal yang dimainkannya sembari menari. Penari yang sekaligus musisi ini berjenis kelamin pria, tepatnya pria muda, yang menari dengan gerakan tari yang ritmik dinamik. Musik dan arjnya bahkan mampu memancing sejumlah penonton untuk turut menari — meski tak sangat serempak.
Relief yang dipahatkan pada candi (tepatnya stupa) Buddhis Borobudur ini berasal dari medio abad IX Masehi, yakni pada era pemerintahan kerajaan Mataram. Sangat mungkin kala itu musical-dance yang seperti ini telah hadir pula di kancah kesenian Mataram, pada sekitar 1 1/4 abad yang lalu. Suatu kekayaan tari yang dimiliki oleh budaya Jawa lama dan tradisinya masih banyak kedapatan di Bali dan Lombok. Justru di Jawa masa sekarang tidak begitu marak, kecuali pada reyog kendang (reyog dogdog) di Kediri Raya dan Sunda.
Demikian secuil data tari Jawa Lama yang penulis hadirkan dalam menyongsong “Hari Tari Dunia” 29 April 2024. Semoga bisa memberi kemanfaatan. Nuwun.
Griyajar CITRALEKHA, 25-4-2924