MTC MEDIA – Malang. Asrama di dalam hutan, yang konon disebut “wanasrama” didapati data visualnya dalam bentuk relief cerita “Parthayajna” di teras II sisi belakang Candi Jajaghu (Jago) era Majapahit (medio abad XIV Masehi). Terkisah bahwa ketika dalam perjalanannya menuju ke gunung Indrakila untuk bertapa, Partha (nama muda Arjuna) sempat singgah di sebuah asrama khusus bagi para wanita. Kompleks asrama itu berada di dalam hutan, yang bisa jadi adalah asrama era Majapahit yang dulu pernah ada di lereng Gunung Tengger-Semeru (kini berada dalam area Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru), tak jauh dari Candi Jago.
Bangunan pada halaman utama dari asrama itu berupa sebuah bangunan induk dan empat bangunan perwara pada keempat sudut halaman yang dikelilingi pagar serta dua gapura padhuraksa. Bangunan utama pada areal suci tersebut beratap tumpang (meru) bersusun 11 (sebelas). Atap demikian mengingatkan pada atap bangunan suci pura utama, yang kini masih bisa dijumpai di Bali. Hal ini memberi kita petunjuk bahwa atap-atap meru menjulang tinggi konon juga pernah terdapat di Jawa pada Masa Hindu-Buddha era Majapahit.
Sebagai areal yang berada di lembah dua gunung suci purba, yaitu Gunung Bromo (sebutan lama “Brama”) dan Mahameru (kini disebut “Semeru”), konon terdapat sejumlah Mandala, Karsyan, Dapur, Asrama, dsb. Salah sebuah diantaranya berupa asrama di dalam hutan (wanasrama), yang keberadaannya diabadikan secara visual pada relief “Parthayajna” ini. Sayang sekali reruntuhannya belum diketemukan, yang bisa jadi berada di DAS Kali Amprong pada lereng Gunung Mahameru. Semoga bakal diketemukan jejak arkeologisnya untuk menambah data kesejarahan di lereng gunung suci Semeru.
Bentuk atap “tumpang (meru)” pada relief ini dijadikan nama (sebutan) untuk desa dan kecamatan padamana candi Jago berada, yaitu di Desa Tumpang Kec. Tumpang Kab. Malang. Sangat boleh jadi, konon atap candi Jago berbentuk meru (tumpang) susun sebelas. Apabila benar demikian, bisa dibayangkan bahwa Candi Jago yang berada di tanah yang membukit (gumuk) ini telah terlihat dari kejauhan. Yang kali pertama terlihat di kejauhan adalah atap tumpangnya. Toponimi kuno “tumpang” mengabadikan arsitektur yang beratap tumpang, baik susun tiga hingga susun sebelas.
Arsitektur yang tergambar pada panil candi Jago tersebut merupakan data visual amat berharga, khususnya hal arsitektural di era Majapahit. Nuwun.
TA, CITRALEKHA, 21 Maret 2024