HomeOutlookEducation & Issues“HASTAKUTHA” MALANG: Fase Perkembangan Era Pertama dan Kedua

“HASTAKUTHA” MALANG: Fase Perkembangan Era Pertama dan Kedua

MTC MEDIA – Malang. Tulisan bersambung menyambut Hari Jadi “Pemerintahan Kota Malang” ke-110. Berbicara mengenai sejarah rekonstruksi perkotaan Malang. “HASTAKUTHA” MALANG: Rekonstruksi Sejarah Perkotaan di Timur Gunung Kawi Lintas Masa. 

Bagian dua: Berkenaan dengan fase perkembangan kota pada era pertama dan kedua

Hastakutha Malang dalam Sejarah Daerah Malang

Unsur sebutan “hasta” dalam “hasta kutha” menunjuk pada: delapan fase dalam sejarah perkembangan perkotaan di wilayah Kota Malang sedari Masa Hindu-Buddha hingga sekarang. Adapun unsur sebutan “kutha” di dalam Bahasa Jawa Kuna maupun Tengahan berasal dari Bahasa Sanskerta, yang dalam Bahasa Jawa Batu dinamai “kuto“, dan “kota” di dalam Bahasa Indonesia. Secara harafiah, kata “kutha” mempunyai arti: benteng, kubu, tempat perkemahan yang dikelilingi benteng, istana yang dikelilingi oleh tembok, tembok (Zoetmulder, 1995: 547). Pada mulanya kutha berupa areal pusat pemerintahan, sekaligus pusat permukiman dan pusat budaya, yang dibentengi oleh pagar keliling maupun parit atau sungai sebagai piranti bagi ketahanan kota. Pada perkotaan di Eropa dinamai “castle“. Isilah ini berpadan arti dengan kata jadian “kadatwan (ka+datu+an)”, yang kemudian berubah menjadi “karatuan (keraton)”. Kata lain yang sepadan arti dengannya adalah “pura”, yang menunjuk kepada:  benteng, istana, kota, ataupun apartemen wanita (sekarang dinamai “puri”). Demikianlah, gambaran umum tentang “kota-kota kuno (ancient cities)” di Nusantara.

Pada sejarah panjang (abad VIII hingga kini, sekitar 1,2 milenium) perkotaan di wilayah Kota Malang, terdapat delapan (hasta) era, dimana pada setiap era memiliki sistem perkotaan (kutha)-nya sendiri- sendiri. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa terdapat “HASTA KUTHA”. Berikut dipaparkan secara ringkas tentang masing-masing dari delapan era perkotaan tersebut.

Era ke-1 Kutha Kanjuruhan (abad VIII)

Kutha Kanjuruhan adalah sistem perkotaan tertua (perdana) pada wilayah Kita Malang, bahkan pada kawasan Malang Raya maupun di provinsi Jawa Timur. Lokasinya berada di Sub-DAS Hulu Metro, yang menurut informasi dari Prasasti Dinoyo I (disebut juga dengan “prasasti Kanjuruhan”) bertarikh 760 Masehi, telah terdapat kerajaan independen yang bernama “kerajaan Kanjuruhan”, yang secara berturut-turut diperintah oleh Raja Dewa Semua, Gajayana, dan Utejana. Status Kanjuruhan sebagai kerajaan merdeka lantas “turun status” menjadi “watak/warek” yang dinaungkan dibawah kemaharajaan Mataram, yang pucuk pimpinannya bukan lagi raja melainkan “rakai (rakai+an = Rakryan)”. Perubahan ini terjadi karena ekpansi Mataram ke wilayah Jawa Timur semenjak pemerintahan Raja Balitung (899-911 Masehi).

Suatu kerajaan mempunyai ibu kota kerajaan, yang dinamai ” kadatwan (kemudian berubah menjadi “kedaton”, dan kini disebut “keraton”).  Kadatwan Kanjuruhan yang sangat boleh jadi konon berada di Dusun Kejuron (sekarang berada di area Perumahan Tidar) tentulah merupakan sistem perkotaan kuno (ancient city), yang kini berada pada sub-area barat Kota Malang. Kota kuno Kanjuruhan inilah yang merupakan jejak awal perkotaan di Kita Malang atau lebih luas lagi di kawasan Malang Raya.

Candi Badut, peninggalan Kerajaan Kanjuruhan. (Foto: wikimedia.org)

Era ke-2 Kutha Tamwlang (Abad X)

Informasi tentang Kutha Tamwlang didapati dalam prasasti Turyyan — warga setempat di Turen menyebut dengan “Watu Godeg” pada Punden Tanggung, bertarikh (929 Masehi), yang ditulis atas perintah dari raja Pu Sindikat (Sri Usaha). Tamwlang adalah ibu kota kerajaan Mataram, setelah direlokasi dari Poh Putu di wilayah Bagelen menuju ke wilayah Jawa Timur. Menilik prasasti yang menyebut yaitu prasasti tertua Pu Sindok yang berada di Malang dan terdapat adanya kedekatan toponimis antara “Tamwlang” dengan “Tembalangan” (pertukaran  konsonan “w” dengan “b”, dari “tamwlang” menjadi “tamblang+an”, lantas “tamblangan” berubah jadi “tembalangan”). Ada suatu tempat di wilayah Kita Malang, tepatnya pada lembah utara Sub-DAS Hulu Brantas, yang konon merupakan suatu dusun dari Desa (kini “Kelurahan”) Samakan yang bernama Dusun Tembalangan. Pada areal inilah, boleh jadi konon kadatwan Mataram di era pemerintahan Pu Sundok terletak.

Kutha Tamwlang adalah era kedua diantara delapan era perkotaan (hasta Kutha) dalam Sejarah Daerah Kita Malang. Tergambarlah bahwa pada abad VIII lokasi ibu kota kerajaan (kadatwan) Kanjuruhan di DAS Metro dan pada IX Ibu Kota Watak Kanuruhan berada di lembah selatan DAS Brantas (kini berada di sekitar Kelurahan Merjosari, Dinoyo Tlogomas), dan kemudian pada abad X direkiasi ke l utara DAS Brantas pada Kutha Tamwlang. Dengan demikian, terjadi pergeseran lokasi pusat kota kuno dari sub- area barat wilayah Kota Malang ke sub-area utara. Meski telah bergeser tempat, namun lokasi Kutha Kanjuruhan dan Kutha Tamwlang sama-sama berada di Sub-DAS Brantas, sehingga menguatkan bukti bahwasanya pada masa lalu lembah Brantas dikalkulasi sebagai areal terpilih untuk pusat permukiman, bahkan dijadikan pusat pemerintahan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like