By : Dwi Cahyono
Apa Itu Bodo Kupat?

Lebaran Tambahan di Penghujung Pekan Riayan Idul Fitri
Dalam budaya Jawa, Lebaran tidak hanya mencakup Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, tetapi juga Bodo Kupat atau Rioyo Kupat, yang berlangsung sepekan setelah Idul Fitri. Tradisi ini ditandai dengan kenduri ketupat (slametan kupat), yang bukan hanya sekadar sajian khas, tetapi juga memiliki makna simbolik mendalam.
Di beberapa daerah, seperti Durenan, Trenggalek, perayaan Bodo Kupat bahkan lebih meriah dibandingkan Idul Fitri. Pasar-pasar pun mengalami peningkatan aktivitas menjelang Bodo Kupat, dengan banyaknya penjualan ketupat dan bahan pelengkapnya. Meski tidak disertai dengan shalat seperti Idul Fitri, Bodo Kupat tetap memiliki nuansa religius karena berkaitan dengan doa keselamatan dan penyempurnaan ibadah puasa Syawal.
Makna dan Sejarah
Bodo Kupat bukanlah tradisi yang ditemukan di semua wilayah Muslim, bahkan di negara-negara mayoritas Islam seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Brunei. Tradisi ini kuat di Jawa, termasuk dalam komunitas diaspora Jawa seperti di Suriname dan Gorontalo.
Sejarahnya beragam, ada yang mengaitkannya dengan masa pemerintahan Hamengkubuwono, ada pula yang merujuk pada Sultan Demak, Raden Patah di abad ke-15. Tradisi lisan Jawa bahkan menyebut Sunan Kalijaga sebagai tokoh yang memperkenalkan Bodo Kupat. Namun, keberadaan ketupat sendiri jauh lebih tua. Dalam naskah-naskah kuno seperti Kakawin Kresnayana (abad IX) dan Kidung Sri Tanjung (abad XIV-XV), istilah “kupat” telah disebutkan. Ini menunjukkan bahwa ketupat sudah ada sebelum pengaruh Islam masuk ke Nusantara.
Lebih dari Sekadar Makanan
Ketupat adalah simbol penting dalam budaya Jawa. Bentuknya yang bersudut empat dikaitkan dengan berbagai makna, seperti “Siku Papat” (empat sudut), “Laku Papat” (empat laku utama dalam Islam: puasa, tarawih, zakat, dan shalat Ied), atau “Ngaku Lepat” (mengakui kesalahan).
Selain sebagai hidangan khas Lebaran, ketupat juga berfungsi sebagai azimat yang digantung di atas pintu rumah untuk menangkal bahaya. Penyajian ketupat dalam tradisi Bodo Kupat juga berbeda dari hari biasa, karena disertai dengan ritual kenduri (genduren).
Kupatan di Jawa Timur dan Mataraman
Di Jawa Timur dan kawasan Mataraman (Trenggalek, Ponorogo, Tulungagung), Bodo Kupat dirayakan lebih meriah dibanding daerah lain. Tradisi ini menjadi ajang silaturahmi utama, bahkan lebih ramai daripada Idul Fitri.
Masyarakat tidak hanya menyajikan ketupat untuk tamu, tetapi juga membawanya ke masjid atau surau untuk kenduri bersama. Tradisi ini mirip dengan perayaan kupatan di komunitas Jawa Tondano di Sulawesi Utara.
Kupat sebagai Kuliner dan Simbol Lebaran
Selain sebagai makanan khas Lebaran, ketupat juga menjadi simbol budaya, digunakan dalam dekorasi hingga ikon perayaan. Istilah “kupat” sendiri memiliki banyak tafsir, termasuk akronim dari siku papat (empat sudut) atau ngaku lepat (mengakui kesalahan), mencerminkan makna spiritual dan sosial.
Bodo Kupat adalah warisan budaya yang unik dan terus berkembang di masyarakat Jawa. Meskipun tidak ditemukan di negara Muslim lain, tradisi ini tetap lestari sebagai bagian dari identitas budaya Nusantara.
Selamat menikmati hidangan ketupat di Bodo Kupat tahun ini!