MTCMedia – Malang. Bagian kedua dari tulisan bersambung “Tragedi Cinta Lama”. Kisah seorang istri dari Ksatria Abhimanyu, eksplorasi batin dan konfrontasi Uttari dengan jati diri, hati, dan dunianya.
Jatidiri Dewi UttarΔ (Utari atau Untari)
Abhimayu-Uttari Wiwaha
Utari (ΰ€ΰ€€ΰ₯ΰ€€ΰ€°ΰ€Ύ) yang dalam bahasa Sanskreta disebut “UttarΔ” adalah putri bungsu dari raja Wirata yang bernama Matsyapati (alias Durgandana) dan ratu SudΓ©αΉ£αΉΔ (Yutisnawati, alias Rekatawati) dari kerajaan Matsya. Ketika naskah wiracarita Mahabharata disadur ke dalam bahasa Jawa Kuno, nama “UttarΔ” diganti jadi “Utari”.
Ada yang membedakan antara UttarΔ dengan Utari, dimana UttarΔ adalah kakak dari Utari diantara empat bersaudara (UttarΔ, Sweta,Β Wratsangka, dan Utari). Kehidupan Utari dikisahkan pula dalam Kakawin Bharatayuddha, yang disurat di era pemerintahan raja Jayabhaya pada tahun 1157 Masehi.
Dalam pewayangan Jawa, para dalang juga cenderung menamainya dengan “Dewi Utari atau Untari” daripada “UttarΔ”. Perwatakan Utari adalah halus, wingit, jatmika (selalu sopan), serta sangat berhakti — termasuk bhakti pada suami. Dia adalah wanita kekasih Dewata, yang mendapat anugerah “Wahyu Hidayat”.
Dalam parwa ke-4 Mahabharata, yaitu Wirataparwa, dikisahkan bahwa mulanya raja Wirata menyerahkan Utari pada Arjuna untuk diperistri. Adapun latar belakangnya adalah para Pandawa diasingkan dan sementara waktu hidup menumpang (ngenger) di kerajaan Wirata dengan melakukan penyamaran pasca terjadi tragedi “main dadu”.
Arjuna menyamar sebagai seorang waria (bernama Wrehanala), dan mengambil profesi sebagai pelatih seni musik dan tari, dimana Utari menjadi salah seorang murid utamanya dalam pemajaran tari.
Setelah masa pengasingan tersebut berakhir, Prabhu Matsyapati yang merasa bersalah karena telah perlakukan para Pandawa dengan kurang baik dan sebagai ungkapan terimakasih pada para Pandawa yang telah membantu menyelamatkan Wirata dari serangan kerajaan Hastina, mengekspresikannya dengan menyerahkan Uttari kepada Arjuna untuk dinikahi.
Namun, oleh karena Arjuna telah terlanjur menganggap Uttari sebagai anaknya, maka Uttari diambil sebagai menantu, dan dinikahkan dengan Abhimanyu (Angkawijaya) yang tinggal di Dwaraka, yakni salah satu putranya hasil pernikahan dengan Subhadra (Woro Sembodro).
Sumpah Palsu Abhimanyu pada Uttari
Sesungguhnya Abhimanyu telah beristri, yaitu Ksiti Sundari, putri Dewa Wisnu (Krishna) dengan Dewi Pertiwi. Namun, Abhimanyu berkata bohong pada Utari bahwa dirinya masih perjaka. Sampai-sampai Abhimamyu bersumpah serapah βUtari ingsun isih legan, durung duwe kromo. Yen ora percaya, aku wani mati dikrocok gaman sewu (Utari saya masih perjaka, belum punya istri, apabila tidak percaya, saya berani sumpah mati dirajam seribu senjata)”.
Sumpahnya diucapkan setelah paman Gathotkaca dari pihak ibu, yaitu Kalabendana, datang menjemput Abhimanyu untuk dibawa pulang, karena istri pertamanya (Ksiti Sundari) merindukannya. Hal itu dirasakan Abhimanyu sebagai amat mengusik hati, mengingat bahwa Abhimanyu dan Utari masih berada di saat pengantin baru (manten anyar) dan kala itu Uttari sedang hamil muda.
Demi mendengar sumpah Abhimanyu itu, terkejut Utari dan menyesalkan sumpah suaminya. Padahal, Dewi Utari merasa ikhlas walau Abimanyu sudah memiliki beberapa istri. Ia tak pernah mempersoalkannya. Utari meminta pada Dewata agar Abimanyu dimaafkan, supaya tidak terjadi petaka seperti apa yang dipersumpahkannya.
Namun telah terlambat, sumpahnya telah disaksikan oleh Dewata, bumi, langit, laut dan gunung. Seketika itu, terdengar petir menggelegar, kilat sambar-menyambar. Sumpah palsunya kelak jadi kenyataan, dimana Abhimanyu mati muda secara mengenaskan di medan perang Bharattayuddha. Abhimanyu tewas termakan oleh sumpah serapahnya sendiri.
Bersambung…