Dengan Yadnya Unan-unan, masyarakat Tengger meningkatkan Sradha dan Bhakti Kepada Sang Hyang Widhi
MTC MEDIA – Probolinggo. Selasa Kliwon, 23 April, Warsa 2024, Saka 1946, Suku Tengger yang mendiami lereng gunung bromo melakukan Upacara Unan-unan. Upacara yang merupakan tradisi turun-temurun tersebut dimaknai untuk memohon perlindungan Yang Maha Kuasa dari segala gangguan. “Tujuannya untuk melindungi dan menangkal hal hal negatif yang ada,” ujar Pakde Yoyok, Ketua PHRI dan pemilik Yoschi’s Hotel.
Istilah unan-unan berasal dari bahasa Tengger kuno yang memiliki arti ‘Ngunan Wulan Ngelungguhne Taun’ atau menetapkan bulan dan tahun untuk 5 tahun ke depan. Perhitungan ini digunakan oleh warga Suku Tengger untuk menentukan jadwal bercocok tanam, memilih tanggal dan hari yang baik untuk mengadakan hajatan seperti pernikahan, serta penentuan hari raya untuk Suku Tengger. Selain itu, ritual ini juga bertujuan untuk mensucikan dan membersihkan desa setempat dari gangguan makhluk halus.
Sebelum menentukan tanggal untuk melaksanakan tradisi ini, para pemangku adat suku tengger berkumpul untuk melakukan musyawarah adat. Ritual ini dimulai dengan tradisi bersih desa, kemudian dilanjutkan dengan iring-iringan kepala kerbau dan beberapa sesaji menuju Pura Agung dan diakhiri dengan doa bersama. Upacara ini diselenggarakan oleh empat desa yang ada di Kecamatan Sukapura.
Ritual atau Upacara Unan-unan di Dusun Ngadas sendiri dihadiri dan disaksikan oleh seluruh kalangan masyarakat, baik pemangku adat, ibu-ibu bahkan turis mancanegara. Dikarenakan ritual unan unan sendiri dilaksanakan setiap 5 taun sekali, tidak sedikit turis mancanegara yang ikut mengabadikan momen langka ini. Ritual unan unan ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kab Probolinggo. Bambang Heriwahjudi
Upacara Unan Unan di Dusun Ngadas ini dihadiri oleh Agus Solehudin, Ketua HKTI Probolinggo. Agus mengatakan upacara ini menjadi salah satu bentuk toleransi yang harus dijaga dan dilestarikan. Selain itu upacara ini juga mempunyai manfaat yang baik untuk sekitar, terutama bagi sektor pertanian di Bromo itu sendiri.
Sesaji dibawa dengan arak-arakan masyarakat setempat. Para pemangku adat, kepala desa dan tokoh agama berada di barisan terdepan. Setiap langkah arak-arakan pembawa sesaji diiringi alunan musik tradisional tengger. Bunyi seruling, gong dan kendang berharmoni merdu, sementara sesaji diarak menuju Pura Dharma Bekti.
Semua sesaji di letakkan di sebuah altar, sementara pemangku adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat duduk meriung bersimpuh beralas karpet. Dukun Sepuh, merapal mantra. Khidmat semua mendengarkan mantra atau doa yang dipanjatkan oleh Dukun Sepuh.
Dapat dipetik dari tradisi lima warsa sekali ini, bahwa tradisi haruslah lestari. Utamanya tradisi yang berhikmat baik dan memberikan kemaslahatan buat masyarakat. Keberlangsungan Ritual Unan-unan merupakan bentuk toleransi bermasyarakat serta upaya Suku Tengger memeroleh keselamatan, memberi harapan untuk menjalani hari esok.