HomeMisc.Visualisasi “Mussical Dance” Pada Relief Percandaan di Jawa
BatuPhoto of Bromo Jawa TimurJawa TimurMalang

Visualisasi “Mussical Dance” Pada Relief Percandaan di Jawa

Hari Musik 2025
Oleh: M. Dwi Cahyono

Ekspresi Seni “Musiccal Dance”

Musik dan tari masing-masing merupakan cabang seni tersendiri. Kendatipun demikian, bukan berarti keduanya terpisah sama sekali. Sebaliknya, acap terjadi interelasi diantaranya, yang tergambar pada : (a) tarian membutuhkan iringan musik, sehingga terdapat musik pengiring tari, atau (b) bermusik sembari menari. Musik pengiring tari acap dinamai dengan “musicsal dance”, yang menunjuk pada : musik yang dikomposisi secara khusus untuk memfasilitasi atau mengiringi tarian. Musik ini dapat berupa keseluruhan karya atau bagian dari aransemen musik yang lebih besar. Ada bukti sejarah tentang kombinasi antara tarian dan musik dalam sejarah kuno, misalnya vas-vas Yunani Kuno terkadang memperlihatkan penari yang diiringi oleh musisi.

Candi Tegowangi, Foto : Klik TImes

Tarian yang diiringi oleh musik tak senantiasa tari yang ditarikan oleh orang lain. Bisa saja terjadi, musik yang dimainkan musisi sebagai musik pengiring tari yang ditarikan oleh musisi itu sendiri. Pada fenomena seni ini, yaitu bermusik sembari menari (musiccal dance), sang artis mengekspresikan dua cabang seni sekaligus, yaitu bermusik dan menari. Tentu hal itu merupakan ekspresi seni yang tidak mudah, karena pada waktu bersamaan seseorang melakukan dua aktifitas kesenian yang berlainan (bermusik dan menari). Ada pula kemungkinan lainnya, dimana selain musik yang dimainkan untuk mengiringi tarian yang ditarikan musisi bersangkutan, bunyi musikanya juga untuk mengiringi tari yang ditarikan seseorang atau mungkin sekelompok penari lain.

Tentu, tak semua waditra (music instrument : alat musik) dapat dimainkan sembari menari. Waditra yang memungkinkan untuk dimainkan sembari menari adalah waditra yang bersifat “mobile”, yakni waditra yang dapat dan sekaligus mudah dibawa, seperti kendang gantung atau kendang gendong, waditra tiup (seruling, terompet), waditra gesek (biola), dsb. Tarian yang ditarikannya itu tentu bukan merupakan tari yang rumit koreografinya dan tidak terlampau banyak menyita aktifitas organ tangan. Gerak kaki, tubuh dan kepala acap menjadi unsur gerak tari yang ditarikan musisi (musiccal-dance), sebab tak sedikit waditra yang cara memainkannya dengan menggunakan tangan.

Jejak sejarah Musiccal Dance pada Masa Hindu-Buddha

Jejak music dance didapati pada peninggalan arkeologis di vas era Yunani Kuno. Jejak arkeologis yang demikian juga kedapatan pada percandian di Jawa masa Hindu-Buddha, seperti Candi Borobudur, Prambaman, Penataran ,Gambar Wetan, Rimbi dsb. Demikan pula, pada sumber data susastra Jawa Kuna dan Jawa Tengahan tak sedikit diperoleh informasi mengenai adanya musik pengiring tari. Hal itu memberi petunjuk bahwa terdapat jejak panjang sejarah music dance di Nusantara.

Hal yang serupa juga terbukti pada kesejarahan dari musiccal-dance Jawa. Relief candi yang menggambarkan seseorang atau sejumlah orang memainkan musik sambil menari diperoleh jejak arkeologisnya pada candi Borobudur, Prambaman dan Tegowangi. Gambaran yang demikian juga acap dikumpai pada tinggalan arkeologis di India. Pada pipi tangga (balustrade) kanan dan kiri Candi Tegowangi dari era keemasan Majapahit (abad XIV Masehi) didapati relief candi yang mengabarkan seseorang memainkan waditra mredanga (kendang) sembari menari.

Yang menarik, musisi yang bermusik sembari menari itu berjenis kelamin perempuan. Demikian pula penari yang menyertatainya, juga berjenis kelamin wanita. Waditra yang dimainkan adalah mredanga (kendang).yang dibawanya dengan cara digantungkan menggunakan.tali panjang ke leher, atau bisa disebuti dengan “kendang gantung”. Posisi kakinya, termasuk telapak kakinya, mengekspresikan suatu gerak tari, sehingga cukup alasan untuk menyatakan bahwa relief candi ini menggambarkan tentang “musiccal-dance” di era Majapahit.

Candi Tegowangi, Foto : Facebook

Jejak tradisi Musical-Dance di Nusantara

Bermusik.sembari benyanyi terus berlanjut ninggal pasca Masa Hindu-Buddha hingga kini. Sejumlah tarian etnik di Nusantara tak sedikit yang menggambarkan adanya satu atau lebih permain waditra kendang (mredanga) yang dimainkan oleh seorang wanita sembari menari. Pertunjukan musik “reyog kendang atau reyog dog-dog” di Jawa Timur, Yani di kawasan Mantaranan, adalah bukti konkrit tentang permainan musik jenis waditra membraphone, yaitu kendang. Penyajian musiccal-dance itu disajikan oleh sekelompok seniman — mulanya musisi berjenis kelamin pria, namun kini juga dimainkan oleh seniman perempuan. Dengan perkataan lain. Sajian musiccal-dance telah menyejarah dan mentradisi di Jawa.

Demikianlah tulisan ringkas mengenai salah satu jejak sejarah musika Jawa masa Hindu- Buddha. Semoga tulisan bersahaja ini dapat menambah khasanah pengetahuan sejarah, khususnya “sejarah seni” pada para pembaca budiman. Nuwun.

Catatan : MMI, marilah buat “Ngabuburit Budaya”
dengan tema “Sejarah Musik Nusantara”
pada momentum “Hari Musik 2025”.

SangkalIng, Griyajar CITRALEKHA, 7-3-2025

Author

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like