MTC MEDIA – Probolinggo. Pengembangan desa wisata sejalan dengan apa yang dicita-citakan pemerintahan Indonesia pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam upaya untuk meningkatkan berbagai sektor untuk penunjang kesejahteraan rakyat melalui program NAWACITA (sembilan agenda prioritas) dimana program NAWACITA Ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Forum “Rembuk Wisata” yang diprakarsai oleh Millennial Travelink Community (MTC) Media dilaksanakan pada hari Minggu, 3 Maret 2024 di Yoschi’s Hotel, Sukapura, Probolinggo. Forum ini dihadiri dari berbagai elemen antara lain, Bambang Heri Wahyudi selaku PLT Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Probolinggo; Sunaryono selaku Kepala Desa Ngadisari, Digdoyo Jamaluddin (Pakdhe Yoyok) selaku Ketua PHRI Kabupaten Probolinggo, Suprapto selaku sesepuh Desa Ngadisari, perangkat desa, perwakilan pelaku wisata di kawasan TNBTS, Serta Sugiyanto, selaku Direktur MTC Media.
Forum Rembuk Wisata tersebut membahas tentang optimalisasi potensi Desa Ngadisari sebagai destinasi wisata Bromo Tengger Semeru. Ada beberapa catatan penting yang dihasilkan dari forum ini, dan perlu mendapatkan perhatian khusus dan tindakan nyata dari pemerintah, masyarakat, pebisnis, akademisi, pembuat undang-undang, dan media untuk menjadikan Desa Ngadisari sebagai destinasi pendukung kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Pertama, Pemerintah Kabupaten Probolinggo selalu berupaya agar masyarakat di desa dapat memperoleh manfaat dari pariwisata melalui program pengembangan desa wisata dengan memanfaatkan potensi alam, budaya, serta atraksi yang memiliki keunikan.
Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo memiliki potensi pariwisata yang unik dan patut dikembangkan secara lebih baik. Sejak ditetapkannya Ngadisari sebagai desa wisata, perkembangan desa wisata belum menunjukkan hasil maksimal. Indikator asumsi tersebut adalah masih rendahnya jumlah angka kunjungan wisatawan yang singgah di kawasan penyangga wisata Gunung Bromo. Meskipun banyak wisatawan yang mengunjungi Kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), namun dampak langsung kepada warga masyarakat belum benar-benar maksimal.
Permasalahan utama yang terjadi di Desa Ngadisari adalah belum optimalnya pemanfaatan potensi yang dimiliki dan minimnya produk dan atraksi wisata yang mampu menarik wisatawan untuk singgah di desa ini. Hal ini tidak terlepas dari pengelolaan kelembagaan dan partisipasi masyarakat yang tidak semua desa wisata memiliki pola-pola yang baik. Untungnya, Desa Ngadisari berada pada lokasi yang strategis di kawsan TNBTS. Desa Ngadisari berada pada jalur yang harus dilalui ketika wisatawan menuju Bromo.
Komponen kelembagaan belum sepenuhnya bekerja secara sinergis dan maksimal. Kolaborasi Komponen kelembagaan itu harus diterapkan secara nyata sebagai dasar untuk mengupayakan keberlanjutan , seperti kelengkapan struktur desa, peraturan desa, adanya Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Kelompok Sadar Wisata, kelompok pengelolaan sumberdaya manusia, pengelolaan sampah, peran TNBTS, dan lain sebagainya.
Kedua, peran masyarakat belum dilibatkan secara maksimal. Pemberdayaan masyarakat Desa Ngadisari, khususnya generasi muda memegang peranan yang sangat vital. Disamping sumber daya alam yang sangat memukau, Desa Ngadisari memiliki keunikan budaya yang tidak dimiliki oleh destinasi wisata di daerah lain. Penduduk Suku Tengger yang bermukim di Desa ini memiliki ciri khas dan khasanah nilai budaya yang luhur yang perlu direvitalisasi dan dikembangkan secara optimal, antara lain adat, bahasa, makanan, pakaian, dan aktivitas-aktivitas keseharian yang dilakukan oleh penduduk suku Tengger. Penduduk usia produktif yang masih menetap di desa Ngadisari masih cukup tinggi.
Ketiga, pengusaha bisnis perlu andil dalam pengembangan di desa ini. Kualitas dari destinasi pariwisata secara terus menerus harus ditingkatkan sebagai akibat dari wisatawan yang semakin cerdas dan menuntut untuk bisa mendapatkan lebih banyak (more demanding) serta dapat memperoleh value for money serta disebabkan juga oleh persaingan destinasi lokal, regional maupun internasional yang semakin tajam. Wisatawan akan menuntut kualitas destinasi yang semakin tinggi, pelayanan yang lebih baik dan mendapatkan pengelaman berwisata yang bervariatif serta berharap masyarakat lokal dapat menerima dan menyambut kedatangan mereka dengan keramahan mereka.
Keempat, Perlu melibatkan akademisi untuk melakmemberikan pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat Desa Ngadisari, khususnya penduduk generasi muda dan tenaga kerja prduktif agar mampu menjalankan pekerjaannya secara professional. Kualitas destinasi juga dapat dikatakan sebagai terpenuhinya kebutuhan serta tercapainya tingkat kepuasan masyarakat lokal di destinasi tersebut. Masyarakat lokal merasakan kondisi perekonomiannya menjadi lebih baik, kesempatan kerja maupun peluang usaha dan investasi di desa mereka semakin tinggi, demikian juga pada aspek sosial budaya mereka.
Pelaku usaha pariwisata (stakeholders) merupakan komponen yang sangat vital dalam menentukan kualitas destinasi. Tingkat kepuasan para pelaku usaha tersebut dapat menunjukkan kualitas destinasi. Selain wisatawan, masyarakat dan para pelaku usaha, kualitas destinasi juga dicirikan oleh kualitas lingkungan yang ada di destinasi. Keberadaan sampah, ketersediaan air, estetika lingkungan juga sangat menentukan kualitas destinasi.
Kelima, Hukum dan Undang-undang yang diberlakukan untuk pengembangan sebuah destinasi harus ada kejelasan dan tidak tumpang tindih. Desa,menegaskan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Undang-Undang ini mengatur materi mengenai Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan.
Terakhir, Peran media juga tidak kalah penting untuk menjadi bagian dari keberhasilan sebuah Desa Wisata. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, semua komponen pendukung Desa Wisata “Ngadisari” harus berbasis pada smart and digital tourism. Penyebarluasan informasi dan pelayanan produk dan jasa wisata harus dilakukan secara digital, misalnya penawaran pekt wisata, pengenalan destinasi baru, dan isu-isu perjalanan wisata lain yang terjadi didestinasi.
Oleh karena itu, Desa Ngadisari harus terus berbenah dan berusaha untuk meningkatkan kualitasnya agar tetap eksis berkelanjutan dalam persaingan destinasi yang semakin tajam. Hal tersebut menjadi keniscayaan dalam upaya mewujudkan pembangunan pariwisata yang tidak saja mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat lokal, namun juga kepada para pelaku usaha, dan terutama dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan tanpa mengabaikan kualitas lingkungan. Hal ini dapat terwujud apabila adanya sinergi antar stakeholders.
Pemerintah dengan kebijakan dan fasilitasnya dalam pembangunan harus mampu menyediakan berbagai sarana prasarana maupun fasilitas wisata, serta mampu menciptakan kondisi agar masyarakat terdorong untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan pengusaha dapat menjalankan usahanya dengan nyaman. Masyarakat lokal sebagai subyek pembangunan harus menjadi tuan rumah yang ramah dan memberikan informasi serta pelayanan yang baik. Para pelaku usaha juga diharapkan mampu menyajikan produk-produk berkualitas serta pelayanan yang profesional kepada wisatawan.